"Ujung Beleti Menembus Kehancuran
Ujung Pena Menembus Kesuksesan"

Minggu, 21 Juni 2009

Syukuri Nikmat


Dalam khutbah-khutbah jumat, ataupun ceramah-ceramah, para khatib tak pernah lupa mengajak para jamaah untuk bersyukur kepada Allah dengan menggunakan kalimat semisal, “Marilah kita bersyukur kepada Allah atas nikmat iman, islam, dan kesehatan yang dianugerahkannya kepada kita.“ Bisa dibilang, syukur atas nikmat iman dan islam adalah yang selalu diutamakan. Mengapa bisa demikian? Tentu saja karena kebesaran nikmat tersebut jauh melebihi kebesaran nikmat-nikmat apapun di muka bumi.
Hanya dengan berbekal keimanan, kehidupan akan terasa begitu indah. Rasulullah shallallahu `alahi wasallam bersabda, yang artinya,
“Sungguh menakjubkan sikap seorang mukmin itu, segala keadaan dianggapnya baik dan hal ini tidak akan terjadi kecuali bagi seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka itu lebih baik baginya, dan apabila ditimpa penderitaan ia bersabar maka itu lebih baik baginya.” (H.R. Muslim).
Lebih daripada itu, buah keimanan yang paling utama adalah kebahagiaan yang kekal di akhirat, yang bila dibandingkan dengan kehidupan dunia maka kehidupan dunia hanyalah seperti waktu yang sebentar di pagi atau sore hari.
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
"Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari." (An-Naazi'aat:46)

Mensyukuri Nikmat Iman
Allah azza wajalla berfirman,

لَٮِٕن شَڪَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡ‌ۖ وَلَٮِٕن ڪَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِي
"...Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Ibrahim: 7)
Jika mensyukuri nikmat secara umum diwajibkan kepada umat Islam, maka mensyukuri nikmat iman adalah kewajiban yang sangat utama. Dengan mensyukuri nikmat iman, maka keimanan dalam diri seorang muslim akan bertambah, dan dijadikan indah iman itu dalam dirinya.
Prof. DR. Quraish Shihab, dalam buku “Menyingkap Tabir Ilahi” menjelaskan bahwa makna syukur adalah menggunakan nikmat yang didapat sesuai dengan tujuan pemberiannya. Berdasarkan hal ini, maka dalam hal keimanan, menggunakan iman yang kita miliki untuk beramal shaleh merupakan wujud syukur kita atas nikmat iman yang diberikan oleh Allah subhanahu wata`ala.
Ilmu sebelum amal shaleh
Berbicara tentang amal shaleh, maka kita tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai ilmu. Ilmu sebelum kata-kata dan perbuatan, demikian para ulama memberikan kaidah. Amal yang tidak dilandasi dengan ilmu tidak akan menjadikannya sebagai bentuk syukur atas keimanan, melainkan sebaliknya. Oleh karena itu, bentuk syukur kita yang utama atas nikmat keimanan adalah menuntut ilmu.
Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, yang artinya,
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.“ (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, hadits shahih)
Sekarang marilah kita bertanya kepada diri kita, berapa lamakah waktu yang telah kita luangkan untuk mensyukuri nikmat iman yang diberikan Allah? Di antara kesibukan-kesibukan kita dalam bekerja, kuliah, bermain, tidur, makan, dan sebagainya, tidakkah kita bisa meluangkan sepersepuluh dari waktu-waktu kita untuk sesuatu yang dapat menyelamatkan iman kita? Semoga cukuplah hadits berikut sebagai penyemangat.
“Barangsiapa menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya pada malaikat benar-benar akan membentangkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai bentuk keridhaan terhadap yang mereka lakukan. Sesungguhnya orang berilmu akan dimohonkan ampunan oleh seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi, hingga ikan-ikan pun turut beristighfar untuknya. Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atasu dirham, namun hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya berarti telah mengambil bagian yang banyak.“ (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, hadits shahih)
Wallahul-Musta`an
(Dan Allah-lah Yang Maha Penolong)


='http://www.pmij.org/components/com_akocomment/images/quotethis.gif' hspace='2' style='vertical-align:middle;' alt='' />Quote artikel ini 10 Views: 22614 10 Print 10 E-mail

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 Comments:

Posting Komentar

 

Ayi Muhyidin Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha